Polisi: Yakuza Diduga Danai Cybercrime Warga Tiongkok
di RI
Liputan6.com, Jakarta - Polda Metro Jaya
menyatakan, ratusan warga Tiongkok yang diamankan
sepanjang tahun ini, diduga dikendalikan kelompok mafia besar asal Taiwan dan
Jepang, Yakuza. Direktur Reserse Kriminal Umum (Direskrimum) Polda Metro Jaya
Kombes Pol Krishna Murti mengungkapkan, informasi ini didapat setelah
Kepolisian Taiwan melakukan penyelidikan.
"Pemberi dananya kelompok Yakuza dari Jepang. Mafia besar dari Taiwan nya yang merekrut warga China untuk bekerja pada mereka," jelas Krishna yang memimpin penggerebekan 36 warga Tiongkok, yang diduga anggota sindikat cybercrime atau sibernetika di Jalan Parangtritis IV, Perumahan Ancol Barat, Jakarta Utara, Kamis (20/8/2015).
"Pemberi dananya kelompok Yakuza dari Jepang. Mafia besar dari Taiwan nya yang merekrut warga China untuk bekerja pada mereka," jelas Krishna yang memimpin penggerebekan 36 warga Tiongkok, yang diduga anggota sindikat cybercrime atau sibernetika di Jalan Parangtritis IV, Perumahan Ancol Barat, Jakarta Utara, Kamis (20/8/2015).
Selain tim Subdit Jatanras Polda Metro Jaya, perwira
menengah dari Kepolisian Taiwan pun turut hadir di lokasi. Ia memuji hasil
kerja Polri yang dinilai sukses mengungkap keberadaan sindikat
internasional
"We appreciate the Indonesian Polices work. You are successful, yeah in this case (Kami mengapresiasi hasil kerja Polri. Anda telah sukses mengungkap kasus ini)," ucap polisi Taiwan itu kepada Krishna.
Polisi menggerebek sebuah rumah di Jalan Parangtritis IV Perumahan Ancol Barat, Jakarta Utara, Kamis siang, 20 Agustus 2015. Rumah tersebut sudah menjadi target operasi Kepolisian Daerah Metro Jaya, karena para penghuni asal warga Tiongkok ini diduga menipu warga negaranya sendiri.
Pengungkapan ini adalah hasil kerja sama Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya dengan Kepolisian Taiwan, usai tim Subdit Jatanras mengamankan puluhan warga Tiongkok awal tahun lalu.
Dari pantauan Liputan6.com, puluhan personel Jatanras berseragam hitam dengan rompi anti-peluru mendobrak paksa pintu besar di rumah itu.
"Diam! Polisi!" seru seorang polisi usai mendobrak pintu bercat putih itu.
Puluhan penghuni berkulit putih itu hanya duduk dan mengangkat kedua tangan mereka. Tak ada yang berani bergerak dari meja kerja. Di masing-masing meja terdapat telepon, laptop, pulpen, dan selembar kertas yang menjadi peralatan kerja mereka.
Puluhan anggota reserse pun langsung menggeledah seisi rumah. Sebagian lagi ada yang mengikat tangan warga Tiongkok ini dengan borgol plastik.
"Sekarang Indonesia jadi lokasi transnational crime. Kami dapat info akurat, 1 kelompok kriminal internasional masuk ke Indonesia. Dengan mempekerjakan warga China melakukan cybercrime," ucap Krishna. (Rmn/Mut)
"We appreciate the Indonesian Polices work. You are successful, yeah in this case (Kami mengapresiasi hasil kerja Polri. Anda telah sukses mengungkap kasus ini)," ucap polisi Taiwan itu kepada Krishna.
Polisi menggerebek sebuah rumah di Jalan Parangtritis IV Perumahan Ancol Barat, Jakarta Utara, Kamis siang, 20 Agustus 2015. Rumah tersebut sudah menjadi target operasi Kepolisian Daerah Metro Jaya, karena para penghuni asal warga Tiongkok ini diduga menipu warga negaranya sendiri.
Pengungkapan ini adalah hasil kerja sama Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya dengan Kepolisian Taiwan, usai tim Subdit Jatanras mengamankan puluhan warga Tiongkok awal tahun lalu.
Dari pantauan Liputan6.com, puluhan personel Jatanras berseragam hitam dengan rompi anti-peluru mendobrak paksa pintu besar di rumah itu.
"Diam! Polisi!" seru seorang polisi usai mendobrak pintu bercat putih itu.
Puluhan penghuni berkulit putih itu hanya duduk dan mengangkat kedua tangan mereka. Tak ada yang berani bergerak dari meja kerja. Di masing-masing meja terdapat telepon, laptop, pulpen, dan selembar kertas yang menjadi peralatan kerja mereka.
Puluhan anggota reserse pun langsung menggeledah seisi rumah. Sebagian lagi ada yang mengikat tangan warga Tiongkok ini dengan borgol plastik.
"Sekarang Indonesia jadi lokasi transnational crime. Kami dapat info akurat, 1 kelompok kriminal internasional masuk ke Indonesia. Dengan mempekerjakan warga China melakukan cybercrime," ucap Krishna. (Rmn/Mut)
Waspadalah, Penjahat Online Incar Wanita Kesepian
Liputan6.com, Jakarta - Hasil penelitian
terbaru Federal Bureau of Investigation (FBI) menyimpulkan bahwa para penjahat
online --khususnya di bidang penipuan-- kerap menyasar orang-orang yang
kesepian, terutama dari kalangan wanita.
Dijelaskan lebih lanjut, para pelaku kejahatan online umumnya mengidentifikasi wanita kesepian di dunia maya dengan cara memantau status media sosial ataupun menjelajah di layanan-layanan kencan online.
Laporan FBI yang dimuat dalam Internet Crime Complaint Center (IC3) menemukan mayoritas korban penipuan online adalah wanita yang memiliki akun di situs layanan kencan online. Bila dipersentasikan, 70% korban penipuan online adalah wanita.
Hasil survei mengatakan rata-rata korban penipuan online dari kalangan wanita menderita kerugian finansial mencapai US$ 14 ribu atau lebih dari Rp 180 jutaan.
"Kriminal berkeliaran di website perjodohan, chatting, dan media sosial menggunakan skenario yang sudah dilatih berulang-ulang. Biasanya para korban yakin mereka sedang berpacaran dengan seseorang yang jujur dan bisa dipercaya, meski tidak bertemu langsung," tulis FBI dalam laporannya.
Canggihnya lagi, terkadang pencurian materi korban berlangsung secara tidak disadari. Biasanya para pelaku memiliki bekal kemampuan komputasi yang cukup ahli, alias seorang hacker. Jadi, mereka biasanya hanya perlu mengajak korban untuk mengunjungi atau meng-klik tautan (URL) tertentu yang telah disisipkan malware.
Nah, malware tersebut dimanfaatkan untuk mencuri berbagai data pribadi korban, termasuk akun dan password media sosial hingga perbankan.
(dhi/dew)
Dijelaskan lebih lanjut, para pelaku kejahatan online umumnya mengidentifikasi wanita kesepian di dunia maya dengan cara memantau status media sosial ataupun menjelajah di layanan-layanan kencan online.
Laporan FBI yang dimuat dalam Internet Crime Complaint Center (IC3) menemukan mayoritas korban penipuan online adalah wanita yang memiliki akun di situs layanan kencan online. Bila dipersentasikan, 70% korban penipuan online adalah wanita.
Hasil survei mengatakan rata-rata korban penipuan online dari kalangan wanita menderita kerugian finansial mencapai US$ 14 ribu atau lebih dari Rp 180 jutaan.
"Kriminal berkeliaran di website perjodohan, chatting, dan media sosial menggunakan skenario yang sudah dilatih berulang-ulang. Biasanya para korban yakin mereka sedang berpacaran dengan seseorang yang jujur dan bisa dipercaya, meski tidak bertemu langsung," tulis FBI dalam laporannya.
Canggihnya lagi, terkadang pencurian materi korban berlangsung secara tidak disadari. Biasanya para pelaku memiliki bekal kemampuan komputasi yang cukup ahli, alias seorang hacker. Jadi, mereka biasanya hanya perlu mengajak korban untuk mengunjungi atau meng-klik tautan (URL) tertentu yang telah disisipkan malware.
Nah, malware tersebut dimanfaatkan untuk mencuri berbagai data pribadi korban, termasuk akun dan password media sosial hingga perbankan.
(dhi/dew)
Dengan Software Ini, Semua Orang Bisa Jadi Hacker
Liputan6.com, Jakarta - Jon Miller, VP
di perusahaan antivirus Cylance mengatakan bahwa semua orang kini berpeluang
menjadi hacker berbahaya. Pasalnya, menurut informasi yang
dibeberkan Miller, kini software yang digunakan hacker untuk
memporak-porandakan sistem keamanan Sony Pictures telah dijual bebas di dunia
maya.
Ini artinya, siapapun dapat membeli software tersebut
dan dimanfaatkan untuk menyerang perusahaan-perusahaan besar dengan tujuan
komersil atau vandalisme semata.
"Mungkin kini ada beberapa ribu orang yang bisa
melakukan serangan seperti yang terjadi pada Sony Pictures (November 2014
lalu). Dunia keamanan internet benar-benar telah menjadi `dunia barat yang
liar`, tidak ada sheriff yang dapat melindungi," ujar Miller seperti yang
dikutip dari laman Cnet, Senin (11/5/2015).
Menurut hasil penelusuran Miller dan tim
risetnya, software yang sama dengan yang digunakan untuk
menyerang Sony Pictures diperjual-belikan oleh kelompok hackerasal
Rusia. Mereka membanderol software tersebut dengan harga mulai
dari US$ 30 ribu.
Hingga kini, kelompok hacker yang
menyerang Sony Pictures belum ditemukan. Sebelumnya tuduhan mengarah kepada
Korea Utara terkait dengan perilisan film komedi `The Interview` yang dinilai
menghina pimpinan Korut, Kim Jong Un. Namun faktanya tuduhan tersebut tak dapat
dibuktikan kebenarannya.
(dhi/dew)
Fasilitas WiFi Gratis di Hotel jadi Target Utama
Hacker
Liputan6.com, Jakarta - Faslitas WiFi
gratis di tempat umum adalah sebuah berkah bagi banyak orang. Namun
berhati-hatilah, pasalnya menurut hasil penyelidikan ahli kemanan komputasi,
Jason W Clarke, saat ini fasilitas WiFi gratis bagi publik menjadi tergat utama
aksi kejahatan cyber para hacker.
Dilansir laman Business Insider, Senin
(30/3/2015), dalam laporannya Clarke mengungkapkan bahwa fasilias WiFi gratis
di kamar-kamar hotel adalah salah satu yang paling rentan terhadap
serangan hacker. Secara teknis, ia selalu menemukan celah keamanan
yang begitu besar di banyak fasilitas WiFi gratis hotel.
"Kenyataannya, tak ada cara yang benar-benar
sempurna dalam mengakses internet. Namun begitu, secara pribadi saya akan
berpikir dua kali sebelum memeriksa rekening perbankan menggunakan fasilitas
WiFi hotel ataupun kafe," papar Clarke.
Clarke menyarankan agar lebih berhati-hari saat
menggunakan jaringan internet publik. Usahakan jangan mengakses sesuatu yang
begitu penting menggunakan fasilitas WiFi gratis, semisal transaksi perbankan,
membuka data-data penting perusahaan, atau bahkan meng-upload foto
ataupun video pribadi.
Gunakan fasilitas jaringan WiFi gratis untuk keperluan
standar saja, seperti browsing atau mengakses media sosial.
Meskipun hal itu tetap berisiko terjadi pencurian data pripadi, seperti username dan password.
Namun begitu, umumnya hacker akan lebih menyasar
kegiatan online yang menguntungkan secara finansial.
Selain itu, Clarke juga menyarankan agar pengguna
memanfaatkan jaringan Virtual Private Networks (VPN) saat menggunakan fasilitas
WiFI gratis. Penggunaan VPN akan memberikan perlindungan berupa enkripsi jalur
jaringan internet yang Anda gunakan.
(dhi/isk)
Hacker Retas Ribuan Akun Pelanggan Vodafone
Liputan6.com, London - Kejahatan dunia
maya (cybercrime) kembali menimpa perusahaan telekomunikasi
asal Inggris, yakni Vodafone. Kali ini hacker meretas 1.827
akun pelanggan. Aksi yang terjadi pada Sabtu (31/10/2015) lalu tersebut
merupakan yang kedua kalinya dalam satu bulan ini.
Menurut juru bicara Vodafone, seperti dikutip Reuters, Minggu (1/11/2015), hacker itu kemungkinan mendapat akses dari kode akun bank pengguna, termasuk empat digit angka terakhir dari akun bank mereka, tak terkecuali nama dan nomor ponselnya.
Kejadian ini memperlihatkan adanya upaya untuk melakukan penipuan dengan meretas data mereka dari akun Vodafone.
"Mereka (hacker) melakukan hal itu dengan menggunakan alamat email dan password yang diperoleh dari sumber tak dikenal di luar Vodafone," ujar juru bicara Vodafone.
"Untungnya, tidak ada nomor kartu kredit ataupun kartu debit yang berhasil diperoleh (peretas). Namun, tetap saja kejadian ini berpotensi terjadinya penipuan atauphishing terhadap 1.827 pelanggan," katanya lagi.
Perusahaan pun sempat mengontak sebagian pihak yang terlibat, dan memastikan bahwa pelanggan tak perlu khawatir atas kejadian ini.
(cas)
Menurut juru bicara Vodafone, seperti dikutip Reuters, Minggu (1/11/2015), hacker itu kemungkinan mendapat akses dari kode akun bank pengguna, termasuk empat digit angka terakhir dari akun bank mereka, tak terkecuali nama dan nomor ponselnya.
Kejadian ini memperlihatkan adanya upaya untuk melakukan penipuan dengan meretas data mereka dari akun Vodafone.
"Mereka (hacker) melakukan hal itu dengan menggunakan alamat email dan password yang diperoleh dari sumber tak dikenal di luar Vodafone," ujar juru bicara Vodafone.
"Untungnya, tidak ada nomor kartu kredit ataupun kartu debit yang berhasil diperoleh (peretas). Namun, tetap saja kejadian ini berpotensi terjadinya penipuan atauphishing terhadap 1.827 pelanggan," katanya lagi.
Perusahaan pun sempat mengontak sebagian pihak yang terlibat, dan memastikan bahwa pelanggan tak perlu khawatir atas kejadian ini.
(cas)