Selasa, 15 Desember 2015

Artikel Mengenai Cybercrime

Polisi: Yakuza Diduga Danai Cybercrime Warga Tiongkok di RI
By Audrey Santoso on 20 Agu 2015 at 15:57 WIB
Liputan6.com, Jakarta - Polda Metro Jaya menyatakan, ratusan warga Tiongkok yang diamankan sepanjang tahun ini, diduga dikendalikan kelompok mafia besar asal Taiwan dan Jepang, Yakuza. Direktur Reserse Kriminal Umum (Direskrimum) Polda Metro Jaya Kombes Pol Krishna Murti mengungkapkan, informasi ini didapat setelah Kepolisian Taiwan melakukan penyelidikan.

"Pemberi dananya kelompok 
Yakuza dari Jepang. Mafia besar dari Taiwan nya yang merekrut warga China untuk bekerja pada mereka," jelas Krishna yang memimpin penggerebekan 36 warga Tiongkok, yang diduga anggota sindikat cybercrime atau sibernetika di Jalan Parangtritis IV, Perumahan Ancol Barat, Jakarta Utara, Kamis (20/8/2015).
Selain tim Subdit Jatanras Polda Metro Jaya, perwira menengah dari Kepolisian Taiwan pun turut hadir di lokasi. Ia memuji hasil kerja Polri yang dinilai sukses mengungkap keberadaan sindikat internasional

"We appreciate the Indonesian Polices work. You are successful, yeah in this case (Kami mengapresiasi hasil kerja Polri. Anda telah sukses mengungkap kasus ini)," ucap polisi Taiwan itu kepada Krishna.

Polisi menggerebek sebuah rumah di Jalan Parangtritis IV Perumahan Ancol Barat, Jakarta Utara, Kamis siang, 20 Agustus 2015. Rumah tersebut sudah menjadi target operasi Kepolisian Daerah Metro Jaya, karena para penghuni asal warga Tiongkok ini diduga menipu warga negaranya sendiri.

Pengungkapan ini adalah hasil kerja sama Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya dengan Kepolisian Taiwan, usai tim Subdit Jatanras mengamankan puluhan warga Tiongkok awal tahun lalu.

Dari pantauan Liputan6.com, puluhan personel Jatanras berseragam hitam dengan rompi anti-peluru mendobrak paksa pintu besar di rumah itu.

"Diam! Polisi!" seru seorang polisi usai mendobrak pintu bercat putih itu.

Puluhan penghuni berkulit putih itu hanya duduk dan mengangkat kedua tangan mereka. Tak ada yang berani bergerak dari meja kerja. Di masing-masing meja terdapat telepon, laptop, pulpen, dan selembar kertas yang menjadi peralatan kerja mereka.

Puluhan anggota reserse pun langsung menggeledah seisi rumah. Sebagian lagi ada yang mengikat tangan warga Tiongkok ini dengan borgol plastik.

"Sekarang Indonesia jadi lokasi transnational crime. Kami dapat info akurat, 1 kelompok kriminal internasional masuk ke Indonesia. Dengan mempekerjakan warga China melakukan cybercrime," ucap Krishna. (Rmn/Mut)


Waspadalah, Penjahat Online Incar Wanita Kesepian
By Adhi Maulana on 22 Mei 2015 at 06:45 WIB
Liputan6.com, Jakarta - Hasil penelitian terbaru Federal Bureau of Investigation (FBI) menyimpulkan bahwa para penjahat online --khususnya di bidang penipuan-- kerap menyasar orang-orang yang kesepian, terutama dari kalangan wanita.

Dijelaskan lebih lanjut, para pelaku kejahatan online umumnya mengidentifikasi wanita kesepian di dunia maya dengan cara memantau status media sosial ataupun menjelajah di layanan-layanan kencan online.

Laporan FBI yang dimuat dalam Internet Crime Complaint Center (IC3) menemukan mayoritas korban penipuan online adalah wanita yang memiliki akun di situs layanan kencan online. Bila dipersentasikan, 70% korban penipuan online adalah wanita.

Hasil survei mengatakan rata-rata korban penipuan online dari kalangan wanita menderita kerugian finansial mencapai US$ 14 ribu atau lebih dari Rp 180 jutaan.

"Kriminal berkeliaran di website perjodohan, chatting, dan media sosial menggunakan skenario yang sudah dilatih berulang-ulang. Biasanya para korban yakin mereka sedang berpacaran dengan seseorang yang jujur dan bisa dipercaya, meski tidak bertemu langsung," tulis FBI dalam laporannya.

Canggihnya lagi, terkadang pencurian materi korban berlangsung secara tidak disadari. Biasanya para pelaku memiliki bekal kemampuan komputasi yang cukup ahli, alias seorang hacker. Jadi, mereka biasanya hanya perlu mengajak korban untuk mengunjungi atau meng-klik tautan (URL) tertentu yang telah disisipkan malware.

Nah, malware tersebut dimanfaatkan untuk mencuri berbagai data pribadi korban, termasuk akun dan password media sosial hingga perbankan.

(dhi/dew)



Dengan Software Ini, Semua Orang Bisa Jadi Hacker
By Adhi Maulana on 11 Mei 2015 at 07:53 WIB
Liputan6.com, Jakarta - Jon Miller, VP di perusahaan antivirus Cylance mengatakan bahwa semua orang kini berpeluang menjadi hacker berbahaya. Pasalnya, menurut informasi yang dibeberkan Miller, kini software yang digunakan hacker untuk memporak-porandakan sistem keamanan Sony Pictures telah dijual bebas di dunia maya.
Ini artinya, siapapun dapat membeli software tersebut dan dimanfaatkan untuk menyerang perusahaan-perusahaan besar dengan tujuan komersil atau vandalisme semata.
"Mungkin kini ada beberapa ribu orang yang bisa melakukan serangan seperti yang terjadi pada Sony Pictures (November 2014 lalu). Dunia keamanan internet benar-benar telah menjadi `dunia barat yang liar`, tidak ada sheriff yang dapat melindungi," ujar Miller seperti yang dikutip dari laman Cnet, Senin (11/5/2015).
Menurut hasil penelusuran Miller dan tim risetnya, software yang sama dengan yang digunakan untuk menyerang Sony Pictures diperjual-belikan oleh kelompok hackerasal Rusia. Mereka membanderol software tersebut dengan harga mulai dari US$ 30 ribu.
Hingga kini, kelompok hacker yang menyerang Sony Pictures belum ditemukan. Sebelumnya tuduhan mengarah kepada Korea Utara terkait dengan perilisan film komedi `The Interview` yang dinilai menghina pimpinan Korut, Kim Jong Un. Namun faktanya tuduhan tersebut tak dapat dibuktikan kebenarannya.
(dhi/dew)



Fasilitas WiFi Gratis di Hotel jadi Target Utama Hacker
By Adhi Maulana on 30 Mar 2015 at 20:00 WIB
Liputan6.com, Jakarta - Faslitas WiFi gratis di tempat umum adalah sebuah berkah bagi banyak orang. Namun berhati-hatilah, pasalnya menurut hasil penyelidikan ahli kemanan komputasi, Jason W Clarke, saat ini fasilitas WiFi gratis bagi publik menjadi tergat utama aksi kejahatan cyber para hacker.
Dilansir laman Business Insider, Senin (30/3/2015), dalam laporannya Clarke mengungkapkan bahwa fasilias WiFi gratis di kamar-kamar hotel adalah salah satu yang paling rentan terhadap serangan hacker. Secara teknis, ia selalu menemukan celah keamanan yang begitu besar di banyak fasilitas WiFi gratis hotel.
"Kenyataannya, tak ada cara yang benar-benar sempurna dalam mengakses internet. Namun begitu, secara pribadi saya akan berpikir dua kali sebelum memeriksa rekening perbankan menggunakan fasilitas WiFi hotel ataupun kafe," papar Clarke.
Clarke menyarankan agar lebih berhati-hari saat menggunakan jaringan internet publik. Usahakan jangan mengakses sesuatu yang begitu penting menggunakan fasilitas WiFi gratis, semisal transaksi perbankan, membuka data-data penting perusahaan, atau bahkan meng-upload foto ataupun video pribadi.
Gunakan fasilitas jaringan WiFi gratis untuk keperluan standar saja, seperti browsing atau mengakses media sosial. Meskipun hal itu tetap berisiko terjadi pencurian data pripadi, seperti username dan password. Namun begitu, umumnya hacker akan lebih menyasar kegiatan online yang menguntungkan secara finansial.
Selain itu, Clarke juga menyarankan agar pengguna memanfaatkan jaringan Virtual Private Networks (VPN) saat menggunakan fasilitas WiFI gratis. Penggunaan VPN akan memberikan perlindungan berupa enkripsi jalur jaringan internet yang Anda gunakan.
(dhi/isk)


Hacker Retas Ribuan Akun Pelanggan Vodafone
By Corry Anestia on 01 Nov 2015 at 18:09 WIB
Liputan6.com, London - Kejahatan dunia maya (cybercrime) kembali menimpa perusahaan telekomunikasi asal Inggris, yakni Vodafone. Kali ini hacker meretas 1.827 akun pelanggan. Aksi yang terjadi pada Sabtu (31/10/2015) lalu tersebut merupakan yang kedua kalinya dalam satu bulan ini.

Menurut juru bicara Vodafone, seperti dikutip Reuters, Minggu (1/11/2015), hacker itu kemungkinan mendapat akses dari kode akun bank pengguna, termasuk empat digit angka terakhir dari akun bank mereka, tak terkecuali nama dan nomor ponselnya.

Kejadian ini memperlihatkan adanya upaya untuk melakukan penipuan dengan meretas data mereka dari akun Vodafone.

"Mereka (hacker) melakukan hal itu dengan menggunakan alamat email dan password yang diperoleh dari sumber tak dikenal di luar Vodafone," ujar juru bicara Vodafone.

"Untungnya, tidak ada nomor kartu kredit ataupun kartu debit yang berhasil diperoleh (peretas). Namun, tetap saja kejadian ini berpotensi terjadinya penipuan atauphishing terhadap 1.827 pelanggan," katanya lagi.

Perusahaan pun sempat mengontak sebagian pihak yang terlibat, dan memastikan bahwa pelanggan tak perlu khawatir atas kejadian ini.

(cas)